Minggu, 12 Desember 2010

BADAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF


·               BADAN EKSEKUTIF
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegng oleh badan eksekutif. Di negara-negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala Negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-menterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer.
Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas Trias Politika, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan lgislatif. Kadang malahan dikatakan bahwa dalam negara modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislatif sebagai pembuat kebijaksanaan yang utama.1
Perkembangan ini terdorong oleh banyak faktor, seperti perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah berjalan jauh, semakin terjalinnya hubungan politik dan ekonomi antarnegara, krisis ekonomi, dan revolusi sosial. Dalam menjalankan tugasnya, badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil dan ahli seta tersedianya bermacam-macam fasilitas serta alat-alat di msing-masing kementerian. Sebaliknya keahlian seta fasilitas yang tersedia bagi badan legislatif jauh lebih terbatas.
Hal ini tidak berarti bahwa peranan badan legislatif tidak ada artinya. Di dalam negara demokratis badan legislatif tetap penting untuk menjaga jangan sampai badan eksekutif keluar dari garis-garis yang telah ditentukan oleh badan legislatif, dan tetap merupakan penghalang atas kecenderungan yang terdapat pada hampir setiap badan eksekutif untuk memperluas ruang lingkup wewenagnya.

¨            Wewenang Badan Eksekutif
Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang:3
1.        Administrasi, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, dan menyelenggarakan administrasi negara.
2.        Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
3.        Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara serta keamanan dalam negeri.
4.        yudikatif, memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
5.        diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.

¨            Beberapa Macam Badan Eksekutif
Dua macam badan eksekutif yaitu menurut sistem parlementer dan menurut sistem presidensial. Sekalipun demikian, dalam mengadakan pengelompokkan ini hendaknya diingat bahwa dalam setiap kelompok terdapat beberapa variasi.

v   Sistem Parlementer dengan Parliamentary Executive
Dalam sistem ini badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif yang “bertanggung jawab”, diharap mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang mendukungnya, dan mati hidupnya kabinet bergantung pada dukungan dalam badan legislatif (asastanggung jawab menteri). Kabinet semacam ini dinamakan kabinet parlementer. Sifat serta bobot “ketergantungan” ini berbeda dari satu negara dengan negara lain, akan tetapi umumnya dicoba untuk mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam hal terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi memperoleh dukungan dari mayoritas badan legislatif, kadang-kadang dialami kesukaran untuk membentuk suatu kabinet baru, oleh karena pandangan masing-masing partai tidak dapat dipertemukan. Dalam keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu kabinet ekstra-parlementer, yaitu suatu kabinet yang dibentuk oleh formatur kabinet tanpa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan legislatif.
Menurut sejarah ketatanegaraan belanda, terdapat beberapa macam kabinet ekstra palementer:
a.    Zaken Kabinet¸ yaitu suatu kabinet yang mengikat diri untuk menye- lenggarakan suatu program yang terbatas.
b.    Kabinet Nasional (national Kabinet), yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya diambil dari berbagai golongan masyarakat. Kebinet semacam ini biasanya dibentuk dalam kedaan krisis, dimana komposisi kabinet diharap mencerminkan persatuan nasional.5
Disamping itu perlu disebut suatu bentuk sistem parlementer khusus, yang memberi peluang kepada badan eksekutif untuk memainkan peranan yang lebih dominan dan karena itu disebut pemerintah kabinet (cabinet government). Sistem ini terdapat di Inggris, Australia, dan India. Di sini hubungan antara badan eksekutif dan badan legislatif begitu terjalin sehingga boleh dinamakan suatu partnership. Di dalam partnership ini kabinet memainkan peranan yang cukup dominan. Sistem ini sering disebut sebagai Westminster model.
Di bawah ini beberapa contoh negara yang menerapkan sistem parlementer:
a.        Republik Prancis IV (1946-1958)
Oleh karena di prancis tidak terdapat satu partai yang cukup besar untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri, amka kabinet di prancis hampir semuanya berdasarkan koalisi. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden yang sedikit sekali kekuasaanya serta menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.
Dalam masa republik prancis IV krisis kabinet tetap tidak dapat dihindarkan;bukan karena banyaknya mosi, tapi karena salah satu dari beberapa partai yang tadinya mendukung kabinet koalisi menghentikan dukungannya dan menarik kembali menterinya. Hal ini menyebabkan jatuhnya kabinet dan terjadinya krisis kabinet.
b.        Republik Prancis V
Presiden de Gaulle pada tahun 1958 berhasil memprakasai suatu undang-undang dasar baru yang memperkuat kedudukan badan eksekutif, baik presidn maupun kabinetnya. Dengan demikian sistem ini lebih menjurus ke sistem presidensisl. Kedudukan presiden diperkuat karena ia tidak lagi dipilih oleh anggota badan legislatif, seperti daam Republik Prancis IV, tetapi oleh suatu majelis pemilihan yang terdiri atas 80.000 orang; dan mulai tahun 1962 masa jabatan presiden menjadi tujuh tahun. Juga kekuasaan untuk bertindak dalam masa darurat diperkuat, di mana presiden boleh mengambil tindakan apa saja yang dianggap perlu untuk mengatasi krisis itu. Akan tetapi badan legislatif tidak boleh dibubarkan dan harus bersidang, dalam masa darurat sekalipun. Jika timbul pertentangan antara kabinet dan badan legislatif, presiden boleh membubarkan badan legislatif.
c.        Inggris
         Badan eksekutif terdiri atas raja sebagai bagian dari badan eksekutif yang tak dapat diganggu gugat, serta ± 20 menteri yang bekerja atas asas tanggung jawab menteri (ministerial responsibility). Kekuasaan raja bersifat simbolis, sedangakan kekuasaan sesungguhnya adalah di tangan perdana menteri yang memimpin para menteri.
Wewenang perdana menteri ini dapat dipakai misalnya dalam keadaan dimana kabinet dikenakan mosi tak percaya dan harus meletakkan jabatan. Selain itu di Inggris ada beberapa faktor yang menguntungkan bagi perdana menteri. Ada dua partai politik yang dominan, yaitu partai konservatif dan partai buruh, sehingga partai uang menang dalam pemilihan umum dapat mengharapkan dukungan mayoritas dalam parlemen, sedangkan partai oposisi hanya ada satu yang menonjol.
Maka dari itu kadang-kadang kabinet Inggris diumpamakan dengan satu “panitia parlementer”. Faktor lain yang menguntungkan kepemimpinan perdana menteri Inggris ialah adanya disiplin yang ketat dalam partai, sehingga sukar bagi seorang anggota partai untuk terlalu banyak menyimpang dari garis politik yang telah ditentukan oleh pimpinan partainya.
Hal-hal tersebut di atastelah mengakibatkan sangat menonjolnya kepemimpinan yang diselenggarakan oleh kabinet sehingga sistem di Inggris disebut Pemerintahan kabinet (Cabinet Government). Nyatatalah bahwa perdana menteri Inggris mempunyai kekuasaan yang cukup besar, berdasarkan wewenang untuk:
1)    memimpin kabinet,
2)    membimbing majelis rendah,
3)    menjadi penghubung dengan raja,
4)    memimpin partai mayoritas.
        
d.        India
Badan eksekutif terdiri atas seorang presiden sebagai kepala negara dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sistem parlementer gaya cabinet gonvernment dapat berjalan agak lancar semasa hiduonya Perdana Menteri Nehru dan selama partai kongres dapat menguasai kehidupan politik.
v   Sistem Presidensial dengan Fixed Executive atau Non Parliamentary Executive
Dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif tidak tergantung pada badan legislatif, dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan tertentu. Dengan demikian pilihan presiden dapat didasarkan atas keahlian serta faktor-faktor lain yang dianggap penting. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat, Pakistan dalam masa Demokrasi Dasar (1958-1969), dan Indonesia di bawah UUD 1945. di bawah ini beberapa contoh negara yang menerapkan sistem presidensial:
a.        Amerika Serikat
Badan eksekutif terdiri atas presiden beserta menteri-menterinya yang merupakan pembantunya. Presiden dinamakan Chief Executive. Secara formal, sesuai dengan asas trias politika klasik, presiden sama sekali terpisah dari badan legislatif dan tidak boleh mempengaruhi organisasi dan penyelenggaraan pekerjaan Congress. Dalam memilih menterinya, presiden tidak terbatas pada partainya sendiri, akan tetapi dapat memilih dari partai lain, atau sama sekali di luar partai.
b.        Pakistan (dalam masa Demokrasi Dasar)
Menurut undang-undang dasar 1962 yang berlaku sampai tahun 1969, badan eksekutif terdiri atas presiden yang beragama islam beseta menteri-menterinya. Perdana menteri merupakan pembantunya dan tidak boleh merangkap menjadi anggota badan legislatif. Dewasa ini Pakistan telah kembali ke sistem parlementer.

¨            Badan Eksekutif di Negara-Negara Komunis
Disamping badan eksekutif di negara-negara demokratis, perlu juga kita bicarakan badan eklsekutif di negara-negara komunis. Di Uni Soviet fungsi-fungsi eksekutif di bagi anatara dua badan, yaitu antara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni Presidium Soviet Tertinggi, dan kabinet.
Kedudukan presidium soviet tertinggi boleh dikatakan unik, sebab selain menyelenggarakan wewenang Soviet tertinggi tertentu, ia juga merupakan kepala negara kolektif (collegium president). Wewenang presidium mencakup bidang eksekutif seperti mengeluarkan dekrit-dekrit, yang dalam sidang soviet tertinggi berikutnya disahkan.
Anggota kabinet berkisar 25 dan 50 orang. Secara formal para menteri diangkat oleh Soviet tertinggi dan bertanggung jawab kepadanya.dlam praktik kabinet lebih berkuasa, karena administrasi negara mencakup dan menguasai hampir semua aspek kehidupan rakyat, terutama di bidang ekonomi.
Kabinet juga mempunyai suatu presidium di mana duduk kira-kira 17 menteri ini. Sekalipun kekuasaan kabinet besar sekali, ia pada hakekatnya hanya merupakan alat untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang di ambil dalam partai. Jabatan perdana menteri di anggap di bawah kedudukan sekretaris partai.
Membahas badan eksekutif di China, situasinya hampir mirip dengan di Uni Soviet. Kongres partai komunis China (Chinese Party Congress), komite sentral partai komunis China (China Committee), politbiro dan standing committe politbiro adalah organ partai tertinggi yang berfungsi untuk membuat kebijakan-kebijakan penting.
Komite sentral partai komunis China (CC PKC), adalah organ yang lebih kecil dibandingkan dengan Chinese Party Congress, tapi jumlahnya masih terhitung besar untuk bisa berjalan efektif. Politbiro adalah kelompok yang lebih kecil jumlahnya dan lebih berkuasa dibandingkan dengan dua organ partai yang dijelaskan sebelumnya. Anggotanya berkisar antara 25-35 orang.
Kekuasaan, pengaruh, dan wewenang yang terpenting di pegang oleh standing committee of the politbiro yang anggotanya lebih kecil lagi dibandiongkan dengan polibiro dan hanya berkisar 5-9 orang. Saat ini sekjen PKC dipegang oleh Hu Jintao yang terpilih dalam kongres Partai Nasional ke-16 tahun 2002.
Kekuasaan pemerintahan secara formal seperti yang tertuang dalam konsititusi China terletak di kongres Rakyat nasional atau KRN (national people congress) yang bertemu setiap tahun. Di masa lalu, NPC hanya berfungsi sebagai stempel karet untuk mengesahkan saja semua keputusan yang sudah dibuat oleh partai komunis China. Dalam teori, NPC memilih dewan negara (state council) yang diketuai oleh perdana menteri. Perdana menteri serinmg juga disebut sebagai ketua dewan negara (head of state council).

¨            Badan eksekutif di Indonesia
Dalam masa pra-demokrasi terpimpin, yaitu November 1945 sampai juni 1959, kita kenal badan eksekutif yang terdiri atas presidn yang tak dapat diganggu gugat, dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bekerja atas dasar asas tanggung jawab menteri. Para menteri dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu menteri inti dan menteri negara, kadang-kadang juga terdapat menteri muda terutama dalam masa sebelum Desember 1949.
Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama lima tahun yang hanya dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam undang-undang dasar di mana sesuatu hal diperlukan adanya suatu undang-undang. Presiden memerlukan persetujuan dari DPR untuk membentuk undang-undang dan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
Keberhasilan Orde Baru dalam membangaun ekonomi, termasuk keberhasilan swasembada beras pada pertengahan dekade 1980-an, memberikan kedudukan dominan yang semakin kokoh bagi Presiden Soeharto. Kedudukan dominan yang semakin bagi presiden Soeharto. Kedudukan dominan tersebut menyebabkan tidak ada satu pun diantara para elite politik nasional yang dapat dianggap sebagai calon pengganti Presiden Soeharto. Tokoh-tokoh yang lain dianggap sebagai tokoh-tokoh yang menjadi pengikut soeharto. Mereka bersaing antara mereka sendiri untuk mendapat posisi terdekat dengan Soeharto. Tidak ada satu pun tokoh Orde Baru yang mau bersaing dengan Soeharto.
Ternyata kesabaran memang ada batasnya. Kekuasaan yang dominan menghasilkan penyelewengan politik yang meluas yang berujung pada maraknya praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Perkembangan politik tersebut menyulut terjadinya protes besar-besaran yang dilakukan oleh para mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia dengan cara menduduki gedung MPR/DPR di senayan, Jakarta. Gerakan mahasiswa ini mampu memaksa pengunduran diri soeharto. Desakan rakyat tersebut membuat presiden soeharto mengambil keputusan untuk mengundurkan diri sebagai presiden pada tanggal 20 mei 1998 yang menandai berakhirnya periode Orde Baru dalam sejarah politik Indonesia.
Presiden di bawah UUD 1945 hasil amandemen adalah presiden di dalam sistem presidensial yang demokratis. Ia tidak dapat diberhentikan oleh DPR karena masalah-masalah politik; sebaliknya, presiden tidak dapat membubarkan DPR.
·               BADAN LEGISLATIF
Badan legislatif atau legislature mencerminkan salah satu fungsi badan itu, yaitu legislate, atau membuat undang-undang. Nama lain yang sering dipakai ialah Assembly yang mengutamakan unsur “berkumpul” (untuk membicarakan masalah-masalah publik). Nama lain lagi adalah parliament, suatu istilah yang menekankan unsur “bicara”(parler) dan merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-anggotanya dan dinamakan People’s Representative Body atau Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut teori yang berlaku, rakyatlah yang berdaulat; rakya yang berdaulau ini mempunyai suatu “kehendak” (yang oleh Rousseau disebut volonte generale atau general will). Keputusan-keputusan yang diambil oleh badan ini merupakan suara yang authentic dari general will itu. Karena itu keputusan-keputusannya, baik yang bersifat kebijakan maupun undang-undang, mengikat seluruh masyarakat.
Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, maka badan legislatif menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya dalam undang-undang. Dalam pada itu badan eksekutif hanya merupakan penyelenggara dari kebijakan umum itu.
Badan legislatif di negara-negara demokrasi disusun sedemikian rupa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggung jawab kepadanya. Untuk meminjam perumusan C.F. Strong yang menggabungkan tiga unsur dari suatu negara demokrasi, yaitu, representasi, partisipasi, dan tanggung jawab politik atau dengan perkataan lain, negara demokrasi didasari oleh sistem perwakilan demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat.

¨            Masalah Perwakilan
Biasanya ada dua kategori yang dibedakan. Kategori pertama adalah perwakilan politik (political representation) dan perwakilan fungsional (functional representation). Kategori kedua menyangkut peran anggota parlemen sebagai trustee, dan perannya sebagai pengemban “mandat” Perwakilan (representation) adalah konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Dewasa ini anggota badan legislatif pada umunya mewakili rakyat melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political representation).
Di samping itu ditemukan bahwa di beberapa negara asas perwakilan politik diragukan kewajarannya dan perlu diganti atau sekurang-kurangnya dilengkapi dengan asas perwakilan fungsional (functional or occupational representation). Di Indonesia asas perwakilan fungsional (Golongan Karya) juga telah dikanal, di samping asas perwakilan politik. Pemilihan umum tahun 1971 di selenggarakan dengan mengikutsertakan baik partai politik maupun golongan fungsional.

¨            Sistem satu Majelis dan Sistem Dua Majelis
Ada negara yang memakai sistem satu majelis (yang biasa dinamakan House of Representatives atau Lower House). Negara lain memakai sistem dua majelis yaitu Upper House atau Senate. Atas dasar apa negara memilih anatara dua sistem itu? Para pengajur sistem satu majelis berpendapat bahwa satu kamar mencerminkan mayoritas dari “kehendak rakyat” karena biasanya dipilih secara langsung oleh masyarakat. Prinsip mayoritas inilah yang dianggap sesuai dengan konsep demokrasi. Lagi pula prosedur pengambilan keputusan dapat berjalan dengan relatif cepat.
v   Mejelis Tinggi
Keanggotaan majelis ini ditentukan atas berbagai dasar:
a.    Turun-temurun (Inggris)
b.    Ditunjuk (Inggris, Kanada)
c.    Dipilih (India, Amerika, Filipina).
Hal ini telah menimbulkan kecaman bahwa adanya majelis tinggi tidak demokratis, karena tidak mencerminkan konstelasi kekuasaan yang sebenarnya, padahal wewenangnya cukup besar. Kecaman lain yang dilontarkan ialah bahwa adanya dua majelis akan menghambat kelancaran pembahasan perundang-undangan, lagi pula dapat menimbulkan persaingan antara dua majelis itu. Maka dari itu sering terjadi bobot wewenang majelis rendah. Misalnya, yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan kabinet hanya majelis rendah-kecuali di Amerika Serikat di mana majelis tinggi (Senate) mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada majelis rendah (House of Representatives).
Dibawah ini dibentangkan beberapa contoh dari bi-kameralisme:
Inggris: House of Lords. Jumlah anggota pada tahun 2007 adalah 847 orang. Wewenang: rancangan undang-undang dapat ditangguhkan selama paling lama satu tahun, akan tetapi rangcangan anggaran belanja tidak boleh ditolak.
India: Rajya Sabha (Council of States). Jumlah anggotanya kira-kira 250 orang dengan masa jabatan 6 tahun. Dibidang perundangan wewenang hampir sama dengan majelis rendah (Lok Sabha), kecuali dalam hal rancangan undang-undang keuangan dimana kedudukannya hanya sebagai penasehat.
Amerika Serikat: Senate. Jumlah anggota 100 (2 dari setiap negara bagian) orang yang dipilih secara langsung dalam pemilihan umum dengan masa jabatan enam tahun. Wewenang jauh lebih besar daripada Majelis Rendah (House of Representatives).
Filipina: Senate. Jumlah anggota 24 orang, dengan masa jabatan enam tahun.
Australia: Senate. Jumlha anggota pada tahun 1999 adalah 76 orang. Karena terbatasnya wewenang, kadang-kadang disebut House of Review.
Republik Indonesia Serikat: Senat. Jumlahn anggota kira-kira 32 orang sebagai wakil dari 16 daerah bagian. Jika rancangan undang-undang telah diterima oleh badan lagislatif, tetapi ditolak oleh senat, maka rancangan undang-undang dapat dibicarakan lagi dalam badan legislatif.

v   Majelis Rendah
Wewenang majelis rendah biasanya labih besar daripada wewenang majelis tinggi, kecuali di Amerika Serikat. Wewenang ini tercermin baik di bidang legislatif maupun di bidang pengawasan (kontrol). Di negara-negara yang memakai sistem parlementer, seperti Inggris, India, dan Australia, majelis ini dapat menjatuhkan kbinet. Dalam sistem presidensial, seperti Amerika Serikat dan Filipina, majelis rendah tidak mempunyai wewenang ini.
Inggris: Lok Sabha. Jumlah anggota 530-552 orang, dengan masa jabatan maksimal lima tahun. Lok sabha dapat menjatuhkan badan eksekutif.
Amerika Serikat: House of Representatives. Jumlah anggotanya kira-kira 435 orang, dengan masa jabatan dua tahun.
Filipina: National Assembly. Jumlah anggotanya kira-kira 104 orang, dengan masa jabatan empat tahun.
Australia: House of Representatives. Jumlha anggotanya 150 orang, dengan masa jabatan tiga tahun.

¨            Fungsi Badan Legislatif
Di antara fungsi badan legislatif yang paling pentinga adalah
1.        Menentukan kebijakan (policy) dan membuat undang-undang.
2.        Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan (scrutiny, oversight).

v   Fungsi legislasi
Menurut teori yang berlaku tugas utama legislatif terletak di bidang perundang-undangan, sekalipun ia tidak mempunyai monopoli di bidang itu. Untuk membahas rancangan undang-undang sering dibentuk panitia-panitia yang berwenang untuk memanggil menteri atau pejabat lainnya untuk dimintai keterangan seperlunya.
Akan tetapi dewasa ini telah menjadi gejala umum bahwa titik berat di bidang legislatif telah banyak bergeser ke badan eksekutif. Mayoritas undang-undang dirumuskan dan dipersiapkan oleh badan eksekutif, sedangkan legislatif tinggal membahas dan mengamendemennya. Selain itu rancangan undang-undang yangdibuat atas inisiatif badan legislatif sedikit jumlhanya dan jarang menyangkut kepentingan umum.
Akan tetapi pada umunya di bidanag keuangan, pengaruh badan legislatif lebih besar darpaiad bidang legislasi umum. Rancangan anggaran belanja diajukan ke badan legislatif oleh badan eksekutif, akan tetapi badan legislatif mempunyai hak untuk mengadakan amandemen, dan dalam hal ini menentukan anggaran pemerintah dapat disetujui.jadi, badan legislatiflah yang pada akhirnya menentukan beberapa dan dengan cara bagaimana uang rakyat dipergunakan.

v   Fungsi Kontrol
Badan legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan ekekutif, agar sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya, interpelasi, dan sebagainya.
a.        Pertanyaan Parlementer:
Anggota badan legislatif berhak untuk mengajukan pertanyaan kepada pemerintah mengenai sesuatu masalah. Oleh karena segala kegiatannya banyak menarik perhatian media massa, maka badan legislatif dengan mengajukan pertanyaan parlementer dapat menarik perhatian umum terhadap sesuatu peristiwa dan mengorek informasi mengenai kebijakan pemerintah.
b.        Interpelasi:
Kebanyakan badan legislatif mempunyai hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kenijakan di sesuatu bidang. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan dalam sidang pleno, yang mana dibahasa oleh anggota-anggota dan diakhiri dengan pemungutan suara mengenai apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil pemungutan suara negatif, hal ini merupakan tanda peringatan bagi pemerintah bahwa kebijaknnya diragukan. Dalam hal terjadi perselisihan antara badan legislatif dan badan eksekutif, interpelasi dapat dijadikan batu loncatan untuk diajukan mosi tidak percaya.
c.        Angket (Enquete):
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri. Untuk keprluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket yang melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini dengan harapan agar diperhatikan oleh pemerintah.
d.        Mosi:
Umumnya dianggap bahwa hak mosi merupakan hak kontrol yang paling ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu mosi tidak percaya, maka dalam sistem parlementer kabinet terus mengundurkan diri dan terjadi suatu krisis kabinet.

v   Fungsi Lainnya
Disamping fungsi legislatif dan kntrol, badan legislatif mempunyai beberapa fungsi lain. Dengan meningkatnya peranan badan eksekutif dan berkurangnya peranan badan legislatif di bidang perundang-undangan, dewasa ini lebih ditonjolkan peranan edukatifnya. Badan legislatif dianggap sebagai forum kerja sama antara berbagai golongan serta partai dengan pemerintah, di mana beraneka ragam pendapat dibicarakan di muka umum.
Suatu fungsi lain yang tak kalah pentingnya ialah sebagai sarana rekrutmen politik. Ia merupakan training ground bagi generasi muda untuk mendapat pengalaman di bidang politik sampai ke tingkat nasional.


¨            Badan Lagislatif di Negara-Negara Otoriter
Peranan wewenang badan legislatif di negara-negara komunis berlainan sekali dengan badan legislatif di negara-negara demokratis oleh karena di dasari oleh ideologi komunis. Badan legislatif Uni Soviet, yaitu Soviet Tertinggi, secara resmi sangat di tonjolkan peranannya sebagai organ kekuasaan negara tertinggi, sebagai perwujudan dari “kemauan rakyat tunggal”. Soviet Tertinggi tidak hanya mempunyai kekuasaan legislatif, tetapi juga kekuasaan eksekutif dan yudikatif.
Dalam praktik badan legislatif komunis, baik Uni Soviet maupun di negara-negara komunis lainnya yang mengikuti pola Uni Soviet, tidak bertindak sebagai badan pembuat undang-undang atau sebagai badan pengontrol terhadap pemerintah, akan tetapi merupakan sarana untuk menjalin hubungan yang lancar antara masyarakat dengan aparatur negara, sekaligus diharkan dapat meyakinkan masyarakat bahwa mereka berpartisipasi dalam proses pemerintahan. Untuk badan eksekutif, diskusi umum ini merupakan forum untuk mengumumkan dan menjelaskan kebijakannya.

¨            Badan Legislatif di Indonesia
Kita telah mengenal lima belas badan legislatif di Indonesia, yaitu:
1.        Volksraad: 1918 – 1942
2.        Komite Nasional Indonesia: 1945 – 1949
3.        DPR dan Senat Indonesia Serikat: 1949 – 1950
4.        DPR sementara: 1950 – 1956
5.        a. DPR (hasil pemilihan umum 1955): 1956 – 1959
b. DPR peralihan: 1959 – 1960
6.        DPR-Gotong-Royong-Demokrasi Terpimpin: 1960 – 1966
7.        DPR-Gotong-Royong-Demokrasi Pancasila: 1966 – 1971
8.        DPR hasil pemilihan umum 1971
9.        DPR hasil pemilihan umum 1977
10.     DPR hasil pemilihan umum 1982
11.     DPR hasil pemilihan umum 1987
12.     DPR hasil pemilihan umum 1992
13.     DPR hasil pemilihan umum 1997
14.     DPR hasil pemilihan umum 1999
15.     DPR hasil pemilihan umum 2004

v   Volksraad: 1918-1942
Jumlah anggota 38 orang, di tambah dengan ketua, seorang Belanda, yang ditunjukan oleh pemerintah. Dari 38 orang anggota, 4 orang mewakili organisasi indonesia, diantaranya dari Budi Utomo dan Serikat Islam. Hal ini berubah pada tahun 1931, waktu diterima prinsip “Mayoritas Pribumi”. Dari jumlah 60 orang anggota ada 30 orang Indonesia pribumi, diantaranya 22 dari partai dan Organisasi politik; ketuanya tetap orang Belanda.

v   Komite nasional Indonesia Pusat (KNIP): 1945 – 1949
KNIP merupakan badan pembantu Presiden yang pembentukannya didasarkan pada keptusan sidang panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 agustus 1945. KNIP yang merupakan pengembangan dari Komite Nasional Indonesia (KNI) dilantik oleh presiden soekarno pada tanggal 29 agustus 1945. pada sidang KNI tanggal 22 agustus 1945, anggotanya berjuimlah 103 orang, sedangkan pada sidang KNIP tanggal 29 agustus jumlah anggotanya sudah bertambah menjadi 137 orang (terdiri dari tokoh masyarakat dan anggota PPKI).
Pada sidang pertama KNIP tanggal 29 agustus 1945 dipilih pengurus KNIP dengan susunan pimpinan sebgai berkut:
Ketua                : Mr. Kasman Singodimedjo
Wakil ketua      : Mr. Sutardjo Kartohadikusuma
Wakil ketua      : Mr. J. Latuharhary
Wakil ketua      : Adam Malik
Setelah itu pekerjaan sehari-hari KNIP dipegang oleh badan pekerja KNIP (BP KNIP). BP KNIP dibentuk pada tanggal 17 oktober 1945 dengan ketuanya Sutan Sjahrir dan wakil Mr. Amir Sjarifuddin. Sebagai badan perwakilan, KNIP-BP KNIP telah menjalankan hak dan kewajibannya, yaitu telah mengajukan usul/inisiatif, interpelasi, angket, pertanyaan dan mosi (khususnya mosi kepercayaan). Fungsi pengawasan ini sebagian berhasil diputuskan menjadi perundang-undangan, sebagian tidak, bahkan sebagian sukar ditelusuri.

v   Badan Legislatif Republik Indonesia Serikat: 1949 – 1950
Terdiri dari dua majelis, yaitu: senat, dengan jumlah 32 orang dan badan legislatif dengan jumlah 146 orang, 49 orang diantaranya dari Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. DPR mempunyai hak budget, inisiatif, dan amandemen, di samping wewenang untuk menyusun rancangan undang-undang bersama-sama pemerintah. Hak-hak lainnya yang dimiliki adalah hak bertanya, hak interpelasi, dan hak angket; akan tetapi tidak mempunyai hak untuk menjatuhkan kabinet.

v   Badan Legislatif Sementara: 1950 – 1956
DPRS ini mempunyai kira-kira 235 anggota terdiri atas anggota bekas DPR dan bekas Senat Republik Indonesia Serikat, serta anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia dan anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Badan ini mempunyai hak legislatif seperti hak budget, hak amandemen, hak inisiatif, dan hak kontrol seperti hak bertanya, ibterpel;asi, angket, dan mosi.

v   Badan Legislatif hasil Pemilihan Umum 1955: 1956 – 1959
Jumlah anggota pada tahun 1956 adalah 272 orang. Dari jumlah tersebut 60 anggota merupakan wakil Masyumi, 58 wakil PNI, 47 wakil NU, 32 wakil PKI dan selebihnya anggota-anggota dari sejumlah partai-partai kecil. Jumlah faksi adalah 18 dan 2 orang wakil yang tidak berfraksi. Wewenang badan ini di bidang legislatif dan kontrol tidak berbeda dengan DPR-Sementara.

v   Badan Legislatif pemilihan Umum Berlandaskan UUD 1945 (DPR Peralihan): 1959 – 1960
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, melalui penetapan presiden no. 1 tahun 1959 ditetapkan bahwa DPR hasil pemilihan umum 1955 menjalankan tugas DPR menurut UUD 1945. DPR ini sering disebut DPR Peralihan. Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka badan legislatif bekerja dalam suatu rangka yang lebih sempit, dalam arti bahwa hak-haknya kurang terperinci dalam UUD 1945 jika dibandingkan dengan UUD RIS 1949 dan UUDS 1950.
DPR Peralihan ini mempunyai 262 anggota yang terdiri atas 56 anggota dari PNI, 53 anggota dari Masyumi, 45 anggota dari NU, 33 anggota dari PKI, dan selebihnya anggota dari sejumlah partai-partai kecil. Jumlah fraksi adalah 18 dan 4 anggota berfraksi.

v   Badan Legislatif Gotong Royong demokrasi Terpimpin: 1960 – 1966
Badan legislatif gotong royong ini didirikan dengan penepatan pancasila no. 4 tahun 1960 sebagai pengganti DPR peralihan yang di bubarkan dengan penetapan presiden No. 3 Tahun 1960. DPR-GR berbeda sekali dengan badan – badan legislatif sebelumnya. Tidak hanya karena ia bekerja dalam sistem pemerintahan yang lain, akan tetapi juga karena ia bekerja dalam suasana dimana DPR ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintahan, yang tercemin dalam istilah Gotong royong.
Kelemahan DPR-GR di bidang legislatif ialah bahwa DPR-GR kurang sekali memakai hak inisiatifnya untuk mengajukan rancangan undang – undang.
Selain itu DPR-GR telah menerima baik undang – undang pokok kekuasaan kehakiman No.1964, yang memberi wewenang kepada presiden untuk “turut atau campur tangan dalam soal pengadilan” demi kepentingan revolusi.
Jika dalam DPR sebelumya perwakilan didasarkan atas asas perwakilan politik atau atas perwakilan melalui perwakilan partai – partai politik, maka dalam DPR-GR keanggotaan meliputi juga beberapa golongan karya seperti anggota dari angkatan bersenjata, petani, buruh, alim ulama, pemuda, koperasi, dan perempuan.
Selama masa kerjanya DPR-GR telah mengesahkan 117 undang – undang dengan perincian: tahun 1960 disahkan 5 undang – undang,  tahun 19601 disahkan 22 undang – undang, tahun 1962 disahkan 19 undang – undang, tahun 1963 disahkan 14 undang – undang, tahun 1964 disahkan 36 undang – undang, dan tahun 1965 disahkan 21 undang – undang.
v   Badan legislatif gotong – royong demokrasi pancasila 1966 – 1971
Dalam suasana menegakan orde baru sesudah terjadinya G 30 S/PKI, DPR-GR mengalami perubahan, baik mengenai keanggotaan maupun wewengannya. Anggota PKI di keluarkan, sedang partai – partai politik lainnya memakai hak recall untuk mengganti anggota yang di anggap tersangkut dalam atau bersimpati dengan PKI kepada wakil lain. Susunan keanggotaan DPR-GR menjadi berjumlah total 242 anggota. Dari jumlah tersebut 102 merupakan anggota politik, yakni 44 anggota PNI dan 36 NU, selebihnya anggota dari beberapa partai kecil sedangkan 140 anggota sisanya adalah dari golongan karya (temasuk ABRI) 
v   Badan legislatif hasil pemilihan umum 1971 – 1977
DPR-RI ini adalah hasil pemilihan yang diselenggarakan pada tanggal 3 juli 1971 berdasarkan undang – undang No. 15 tahun 1969 tentang pemilihan umum anggota – anggota badan pemusyawaratan / perwakilan rakyat undang – undang No. 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Mempunyai 460 anggota (100 anggota di angkat, 360 anggota di pilih dalam pemilihan umum seperti disebut dalam pasal 10 ayat 3 undang – undang No. 16 tahun 1969) yang terdiri atas : 261 anggota dari golongan karya pembangunan (227 anggota dipilih dalam pemilihan umum, 25 di angkat, dan 9 anggota mewakili irian jaya) 58 anggota dari NU,24 anggota dari Parmusi. 10 anggota dari PSII, 20 anggata dari PNI, 7 anggota dari Parkindo, 3 anggota dari partai katolik, dan 75 anggota dari ABRI (seluruhnya diangkat).
Semua anggota DPR-RI wajib menjadi angota fraksi. Bedasarkan pengelompokan diatas maka dibentuk fraksi yaitu :
·               Fraksi ABRI
·               Fraksi Karya Pembangunan
·               Fraksi Demokrasi Pembangunan
·               Fraksi Persatuan Pembangunan 
v   Badan legislatif hasil pemilu 1977 – 1997
Seperti jumlah anggota DPR hasil pemilu 1971, jumlah total anggota DPR hasil pemilu tahun 1977 – 1982 adalah 460 anggota. Jumlah ini terdiri 360 anggota DPR yang dipilih 100 anggota yang diangkat. Perubahan jumlah anggota DPR yang dipilih dan dingkat terjadi sejak pemilu 1987 dimana jumlah anggota meningkat menjadi 500 anggota dengan perincian 400 anggota di pilih dan 100 anggota diangkat. DPR hasil pemilu 1992 tetap berjumlah 500 anggota dengan peningkatan jumlah anggota DPR yang dipilih yaitu 425 anggota dan penurunan jumlah DPR yang dingkat menjadi 75 anggota.
Setelah pemilu 1971, terjadi perubahan secara fundametal dalam sistem kepartaian di indonesia. Presiden soeharto pada tahun 1973 mengajak ke 9 partai politik dan sekber golkar yang bertarung pada 1971 untuk memfusikan diri atas dasar Golongan Spiritual, Golongan Nasionalis dan Golongan Karya. Fusi ini menghasilkan 3 partai politik: PPP, PDI dan Golkar.
v   Badan legislatif masa reformasi hasil pemilu 1999 dan 2004
DPR priode 1999 – 2004 merupakan DPR pertama yang terpilih dalam masa revormasi. Pada tanggal 7 juni 1999 pemilu di laksanakan. Pemilu ini dilaksanakan setelah terlebih dahulu mengubah UU tentang partai politik, UU pemilihan umum, UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD (UU Susduk) dengan tujuan mengganti sitem pemilu yang demokratis.
DPR hasil pemilu tahun 1999 menghasilkan 7 partai besar yaitu : PDIP, Golkar, PPP, PKB, PAN, PK, dan PBB.

¨            Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sejak dibentuk telah dikenal beberapa periode Majelis Permusyawaratan Rakyat di Indonesia yaitu:
1.         MPR(S) masa Demokrasi terpimpin, 1960 – 1965
Majelis ini dibentuk dengan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 sebagai pelaksanaan dari dekrit Presiden 5 juli 1959 yang menetapkan:
1.         Pembubaran Konstituante.
2.         Menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku kembali.
3.         Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara
4.         Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung sementara.
Majelis ini bersidang 3 kali yaitu:
a.  Sidang Umum I, tanggal 19 November sampai dengan 3 Desember 1960 di Bandung.
b.  Sidang Umum II, tanggal 15 sampai dengan 22 mei 1963 di Bandung.
c.   Sidang Umum III, tanggal 11 sampai dengan 16 April 1965 di Bandung.
2.         MPR(S) masa demokrasi pancasila 1966 – 1971
Majelis ini bersidang 3 kali, yaitu dua kali sidang umum dan sekali sidang istimewa dengan perincian sebagai berikut:
a.  Sidang umum IV, tanggal 20 juni sampai dengan 5 juli 1966 di jakarta.
b.  Sidang istimewa, tanggal 7 sampai dengan 12 maret 1967 di Jakarta.
c.   Sidang umum, tanggal 21 sampai dengan 27 maret 1968 di Jakarta.
Majelis ini menghasilkan 36 ketetapan, yaitu No. IX s.d. XLIV dengan perincian:
§            Sidang umum IV menghasilkan 24 ketetapan (Ketetapan No. IX sampai dengan XXXII/MPRS/1966)
§    Sidang istimewa menghasilkan empat ketetapan (No. XXXIII sampai XXXVI/MPRS/1967)
§    Sidang umum V menghasilkan delapan ketetapan (No. XXXVII sampai XLIV/MPRS/1968).
3.         MPR-RI hasil pemilihan umum 1972 – 1977
Berbeda dengan majelis – majelis sebelumnya, Majelis ini hanya mempunyai dua jenis keputusan yaitu:
·      Ketatapan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar dan ke dalam.
·      Keputusan yang hanya membuat kekuatan hukum mengikat ke dalam majelis.
4.         MPR hasil pemilihan umum 1977 – 1982 dan 1982 – 1987
Jumlah anggota MPR yang dua kali anggota DPR, yaitu 920 orang berlangsung sejak periode 1977 – 1982 dan 1982 – 1987. Untuk periode 1987 – 1992, 1992 – 1997, dan 1997 – 1999, jumlah anggota DPR mrningkat menjadi 1000 orang. Tambahan anggota ditunjuk mewakili kelompok dan golongan selain tiga partai peserta pemilu (Golkar, PDI, PPP).
5.         MPR hasil pemilihan umum 1999
Keanggotaan MPR menurut undang – undang NO. 4/1999 tentang susunan kedudukan MPR, DPR, DPRD pasal 2 berjumlah 700 orang, yang terdiri atas: anggota DPR 500 orang, utusan daerah 135 orang, utusan golongan 65 orang.
6.         MPR hasil amandemen UUD 1945
Jumlah anggota MPR saat ini adalah 678, terdiri atas 550 anggota DPR, dan 128 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR lima tahun, dan berakhir bersama pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah atau janji.
Tugas wewenang dan hak MPR antara lain:
1.         Mengubah dan menetapkan UUD.
2.         Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
3.         Memutuskan usul DPR berdasarkan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
4.         Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewasjiban – kewajibannya dalam masa jabatannya.
5.         memilih Wakil Presiden dari dua calon apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
6.         Memilih presiden apabila mereka berdua berhenti secra bersamaan dalam masa jabantannya.

·                Badan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif sebenarnya bersifat teknis yuridis dan termasuk bidang ilmu hokum daripada bidang ilmu politik.Dari pembicaraan tentang trias politika dalam Negara-negara demokratis telah kita ketahui bahwa dalam artinya yang asli dan murni, doktrin itu diartikan sebagai pemisah kekuasaan (separation of powers)yang mutlak di antara ketiga cabang kekuasaan (legislative, eksekutif, yudikatif), baik mengenai fungsi serta tugasnya maupun mengenai organ yang menjalankan fungsi tersebut.

¨             Badan Yudikatif dalam Negara-Negara Demokratis:
Sistem common law dan sistem civil law
Sistem common law terdapat di Negara-negara Anglo Saxon dan memulai pertumbuhannya di Inggris pada abad pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip bahwa di samping undang-undang yang dibuat oleh parlemen (yang dinamakan statute law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang merupakan common law.
Menurut C.F. Strong, prinsip judge-made law didasarkan atas precedent, yaitu keputusan-keputusan para hakim yang terdahulu mengikat hakim-hakim berikutnya dalam perkara yang serupa, biarpun variasi dari keputusan-keputusan ini tergantung pula pada waktu. Ahli hokum inggris, A.V. Dicey, dalam hubungan ini mengatakan bahwa: “kekuasaan hakim pada hakikatnya bersifat legislative, sedangkan seorang hakim Amerika yang ulung O.W. Holmes berpendapatbahwa: “Hakim-hakim bertindak sebagai pembuat peraturan hokum dan memang seharusnya demikian.
Asas case law ini adalah karakteristik penting yang kita jumpai di Negara-negara dengan sistem common law, karena di Negara-negara tersebut tidak ada kodifikasi hokum dalam kitab Undang-Undang.Sistem common law mirip dengan sistem hokum perdata adapt tak tertulis, oleh karena itu dalam sistem terakhir peranan pengadilan terutama terikat pada keputusan-keputusan hakim dalam perkara yang serupa.
Tetapi di kebanyakan Negara Eropa Barat continental, di mana kodifikasi hokum telah lama tersusun rapi (sistem civil law), penciptaan hokum secara sengaja oleh hakim pada umumnya tidak mungkin. Hakim harus mengadili perkara hanya berdasarkan peraturan hukum yang termuat dalam kodifikasi saja. Inilah yang dalam ilmu hokum disebut sebagai aliran positivisme perundang-undangan atau legalisme.
Di samping itu, akim dalam Negara dengan sistem kodifikasi sekarang juga lebih bebas, karena ia, melalui jalan interpretasi undang-undang lama, dapat melaksanakannya terdapat perkara yang timbul dari perkembangan hukum yang baru, sehingga dalam tahun 1919 suatu keputusan mahkamah agung di Nederland pernah disamakan dengan perundang-undangan suatu kitab hukum perdata yang baru sama sekali.
Sering kali untuk menguatkan keputusannya, hakim akan menyebut juga keputusan hakim yang telah memberi keputusan hakim yang telah memberi seputusan dalam perkara yang serupa. Keputusan-keputusan ini dinamakan jurisprudensi.
Di Negara federal kedudukan badan yudikatif, terutama pengadilan federal, mendapat kedudukan yang lebih istimewa daripada di Negara kesatuan karena biasanya mendapat tugas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan konstitusional yang telah timbul anatara Negara federal dengan Negara bagian, atau antarnegara-negara bagian.sedangkan dalam Negara kesatuan persoalan semacam itu tidak ada.

¨             Badan Yudikatif di Negara-Negara Komunis
Pandangan orang komunis terhadap peranan dan wewenang badan yudikatif berdasarkan suatu konsep yang dinamakan Soviet Legality. Realisasi dari sosialisme ini merupakan unsur yang paling menentukan dalam kehidupan kenegaraan serta menentukan pula peranan hukum didalamnya. Tingkat perjuangan berbeda-beda menurut tempat, dan ada negara komunis, seperti Hongaria, yang lebih menekankan penyelenggaraan kekerasan terhadap musuh-musuh komunisme, seperti terlihat dari pasal 41 undang-undang dasar: ”Badan pengadilan republik rakyat hongaria menghukum musuh-musuh rakyat pekerja, melindungi dan menjaga negara, ketertiban sosial dan ekonomi, lembaga-lembaga demokrasi rakyat, hak-hak kaum pekerja, dan mendidik rakyat pekerja untuk menaati tata tertib kehidupan masyarakat sosial.
Kata Andrei Y. Vyshinsky dalam the law of the soviet state: ”sistem pengadilan dan kejaksaan merupakan alat yang kuat dari diktator proletar, dengan mana tercapainya tugas-tugas sejarah dapat terjamin, tata hukum sosialis diperkuat, dan pelanggar-pelanggar undang-undang.
Hak asasi pun dilihat dalam rangka yang sama dan fungsi badan yudikatif tidak dimaksud untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah

¨             Badan Yudikatif dan Judicial Riview
Suatu ciri yang terdapat di kebanyaka negara, baik yang memakai sistem common law maupunsistem civil law ialah hak menguji, yaitu hak menguji apakah peraturan-peraturan hukum yang lebih rendah dari undang-undang sesuai atau tidak dengan undang-undang yang bersangkutan. Wewenang ini tidak secara eksplisit dinyatakan dalam undang-undang dasar amerika serikat, tetapi dalam tahun 1803 telah ditafsirkan demikian oleh mertua mahkamah agung john marshall, dan kemudian diterima oleh masyarakat sebagai suatu hal yang wajar.
Peran politik ini sangat nyata di Amerika Serikat, maka dari itu setiap penunjukan hakim agung baru atau setiap keputusan mahkamah agung yang menyangkut soal-soal konstitusional mendapat perhatian besar dari masyaralkat umum.
Di Amerika Serikat mahkamah agung  yang dianggap telah sangat memengaruhi keadaan politik adalah keputusan mengenai public school desegregration Act (Brown v Board of Education), yakni bahwa pemisahan antar golongan kulit putih dan golongan afrika-amerika merupakan diskriminasi dan tidak dibenarkan.
Di India dapat disebut keputusan mahkamah agung yang pada tahun 1969 telah menyatakan undang-undang yang diprakasai oleh pemerintah Indira Gandhi untuk menasionalisasikan beberapa bank swasta, sebagai unconstitutional.

¨             Kebebasan Badan Yudikatif
Dalam doktrin Trias Politika, baik yang diartikan sebagai pemisahan kekuasaan maupun sebagai pembagian kekuasaan, khusus untuk cabang kekuasaan yudikatif, prinsip yang tetap dipegang ialah bahwa dalam tiap negara hukum badan yudikatif haruslah bebas daricampur tangan badan eksekutif.
Badan Yudikatif yang bebas adalah syarat mutlak dalam suatu masyarakat yang bebas di bawah rule of law. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan dari campur tangan badan eksekutif, legislatif ataupun masyarakat umum, di dalam menjalankan tugas yudikatifnya.
Cara untuk menjamin pelaksanaan asas kebebasan badan yudikatif yaitu pertama, kita lihat bahwa di beberapa negara jabatan hakim permanen, seumur hidup atau setidak-tidaknya sampai saat pensiun, selama berkelakuan baik dan tidak tersangkut kejahatan. Hakim biasanya diangkat oleh badan eksekutif yang dalam hal Amerika Serikat didasarkan atas persetujuan senat atau dalam hal Indonesia atas rekomendasi badan legeslatif.

¨             Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya sistem hukum perdata, hingga kini masih terdapat dualisme, yaitu:
a.         sistem hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak asli Indonesia dan umumnya tidak tertulis.
b.      Sistem hukum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode-kode prancis zama Napoleon yang dipengaruhi oleh hukum romawi.
Asas kebebasan badan yudikatif juga dikenal di Indonesia. Hal tersebut terdapat dalam UUD 1945 pasal 24 dan 25. Didalam penjelasan umum undang-undang itu dinyatakan bahwa trias politika tidak mempunyai tempat sama sekali dalam hukum Nasional Iindonesia karena kita berada dalam revolusi. Nyata disini bahwa isi dan jiwa undang-undang itu bertentangan sekali dengan isi dan jiwa Undang-Undang 1945. Oleh karena itu tepatlah bahwa MPRS sebagai lembaga negara tertinggi.
Di samping itu, dalam masa demokrasi terpimpin telah terjadi penyelewangan-penyelewengan lain yang juga bertentangan dengan asas kebebasan badan yudikatif yaitu,memberi status menteri kepada ketua mahkamah agung. Dalam masa orde baru keadaan ini segera dikoreksi dan ketua mahkamah agung tidak lagi menjadi menteri atau pembantu presiden.
Undang-Undang dasar 1949 pasal 30 dan Undang-Undang Dasar 1950 pasal 95 dengan tegas mengatakan bahwa: ”undang-undang tidak dapat diganggu gugat´yang berarti bahwa menurut undang-undang Dasar 1949 dan 1950 undang-undang tidak dapat diuji, sekalipun diakui adanya hak menguji untuk aturan-aturan yang lebih rendah dari undang-undang mengenai sah tidaknya suatu peraturan atau bertentangan tidaknya dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Oleh karena UUD 1945 tidak menyebutkan, maka ada beberapa golongan dalam masyarakat, antara lain kesatuan aksi sarjana Indonesia (KASI), yang pada pemulaan masa demokrasi pancasila telah sangat mendesak pemerintah untuk mengakui adanya hak menguji undang-undang pada mahkamah agung.

v   Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia Setelah Masa Reformasi
Kekuasaan kehakiman di Indonesia banyak mengalami perubahan sejak masa reformasi. Mahkamah agung bertugas untuk menguji peraturan perundangan di bawah UU terhadap UU. Sedangkan mahkamah konstitusi mempunyai kewenangan menguji UU terhadap UUD 45.

Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk :
1.         Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final Untuk:
-       Menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (judical review)
-       Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara
-       Memutus pembubaran partai politik
-       Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
2.         Memberi putusan pemakzulan presiden dan atau wakil presiden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.

Mahkamah Agung (MA) seperti yang kita kenal mahkamah agung berwenag mengadili pada tingkat kasasi. Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (pasal 24A). Calon hakim agung diajukan oleh komisi yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dan tidak ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden.

Komisi Yudisial (KY) adalah suatu lembaga bau yang bebas dan mandiri, yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan berwenang dalam rangka menegakkan kehormatan dan perilaku hakim.Dalam UUD 1945 hasil amandemen, dituangkan dalam UU No.22 Tahun 2004 tentang komisi Yudisial, UU No.24 Tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi, dan UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Beberapa masalah yang muncul yang tidak diatur dengan jelas adalah :
1.         Bagaimana status peradilan lain yang secara faktual telah ada seperti pengadilan niaga, pengadilan ad hoc HAM, pengadilan pajak, pengadilan syariah Manggroe Aceh Darusalam, dan pengadilan adat ?apakah berbagai peradilan itu dimasukan ke dalam salah satu lingkungan peradilan saja, atau dikualifikasi sebagai satu peradilan khusus.?
2.         Dimana tempat pengadilan khusus seperti misalnya pengadilan anti korupsi, pengadilan lingkungan, pengadilan pertanahan dan perburuhan?
Lembaga-Lembaga baru tersebut, antara lain adalah :
-                 Komisi Hukum Nasional (KHN) dibentuk melalui keputusan presiden o.15 tanggal 18 Februari 2000 dengan tujuan untuk mewujudkan sistem hukum nasional demi menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran.
-                 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pembentukkanya melalui undang-undang No.30 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindakkan produksi. Pembentukkan KPK merupakan respons pemerintah terhadap rasa pesimistis masyarakat terhadap kinerja dan reputasi kejaksaan maupun kepolisian dalam hal pemberantasan korupsi.
-                 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan komisi nasional ini didirikan tanggal 15 oktober 1998 berdasarkan keputusan presiden No. 181 Tahun 1998. Lahirnya komnas perempuan merupakan jawaban pemerintah terhadap tuntutan masyarakat sipil, khususnya kaum perempuan, sebagai wujud tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan.
-                 Komisi Ombudsman Nasional (KON) dibentuk tanggal 20 maret berdasarkan keputusan presiden No. 44 tahun 2000 dengan tujuan, melalui peran serta masyarakat, membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dll, meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum , keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik.